Aku hanyalah seorang Anak Kampoeng Yang Gak Tau Apa Apa Aku hanyalah seorang Anak Kampoeng Yang Gak Tau Apa Apa

Sabtu, 19 Maret 2011

tingkatan Nafsu manusia

Minggu, Juli 12 Posted by riyadh darius at 17:22
Sepertinya bagus untuk di share. berikut tulisan Abdul Fattah Rashid Hamid, Ph.D., seorang psikolog muslim lulusan St. Louis University USA, dalam bukunya “Pengenalan Diri dan Dambaan Spiritual” menyebutkan bahwa perjalanan setiap individu dalam menuju kesempurnaan kepribadiannya akan melewati berbagai tingkatan kepribadian sebagai berikut :

Kepribadian tingkat I : An-Nafs Al-Ammarah

Manusia condong pada hasrat dan kenikmatan dunia. Minatnya tertuju pada pemeliharaan tubuh, kenikmatan selera-selera jasmani dan pemanjaan ego. di tingkat ini iri, serakah, sombong, nafsu seksual, pamer, fitnah, dusta, marah, menjadi yg paling dominant.

Kepribadian tingkat II : An-Nafs Al-Lawwamah

Manusia sudah melawan nafsu jahat yang timbul, meskipun ia masih bingung tentang tujuan hidupnya. Jiwanya sudah melawan hasrat-hasrat rendah yg muncul. Diri masih menjadi subjek yg dikendalikan hasrat-hasrat yg bersifat fisik.

Kepribadian tingkat III : An-Nafs Al-Muhima

Manusia sudah menyadari cahaya sejati tidak lain adalah petunjuk Allah. Semangat taqwa dan mencari ridho Allah adalah semboyannya. Ia tidak lagi mencari kesalahan-kesalahan orang lain tetapi ia selalu introspeksi untuk menjadi hamba Allah yg lurus.

Kepribadian tingkat IV : An-Nafs Al-Qana’ah

Hati telah mantap, merasa cukup dengan apa yang dimilikinya dan tidak tertarik dengan apa yg dimiliki oleh orang lain. Ia sudah tidak ingin berlomba untuk menyamai orang lain. Ketinggalan ‘status’ baginya bukan berarti keterbelakangan dan kebodohan.

Kepribadian tingkat V : An-Nafs Al-Mut’mainah

Manusia telah menemukan kebahagiaan dalam mencintai Allah. Ia tidak ingin memperoleh ”pengakuan” dari masyarakat atau pun tentang tujuannya. Jiwanya telah tenang, terbebas dari ketegangan, karena pengetahuannya telah mantap bahwa segala sesuatu akan kembali kepada Allah.

Kepribadian tingkat VI : An-Nafs Al-Radiyah

Ini adalah ciri tambahan bagi jiwa yg puas dan tenang. Ia merasa bahagia karena Allah ridho padanya. Ia selalu waspada akan tumbuhnya keengganan yg sepele terhadap kodratnya sebagai abdi Tuhan. Ia patuh pada Allah semata-mata hanya sebagai perwujudan rasa terima kasihnya.

Kepribadian tingkat VII : An-Nafs Al-Kamilah

Merupakan tingkatan manusia yg sempurna. Kesempurnaannya adalah kesempurnaan moral yg telah bersih dari semua hasrat kejasmanian sebagai hasil kesadaran murni akan pengetahuan yang sempurnan tentang Allah. Nabi Muhammad merupakan contoh dari manusia yg telah mencapai tingkatan ini.

di luar tulisan di atas, ada yang pernah menuliskan salah satu nafsu lain yaitu nafsu mutawasilah. yaitu nafsu yang menggelitik manusia untuk mebolakbalikkan fakta.

AKHLAK SALAF, AKHLAK MUKMININ DAN MUKMINAT

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
Bagian Terakhir Dua Tulisan [2/2]
ALLAH MENGUTUS MUHAMMAS SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALAM SEBAGAI PENUNJUK JALAN LURUS
Allah berfirman :
“Arti : Dan bahwa (yg kami perintahkan) ini ialah jalan-Ku yg lurus, maka ikutilah dia ; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yg lain), krn jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kpdmu agar kamu bertaqwa”. [Al-An’am : 153]
Dia telah mengajarkan kpd umat manusia sebagaimana tertera dalam Surat Al-Fatihah, yaitu “Al-Hamdu” makna ; hendaklah mereka memohon hidayah kpd Allah agar Dia memberi petunjuk shirathal mustaqim. Adapun shirathal mustaqim ialah agama-Nya, yaitu agama yg dibawa oleh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia ialah Al-Islam, Al-Iman, hidayah, taqwa dan kebaikan.
Allah berfirman :
“Arti : Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Maha pemurah lagi Maha Pengasih. Yang menguasai hari pembalasan. Ha kpd Engkaulah kami beribadah dan ha kpd Engkaulah kami memohon pertolongan”. [Al-Fatihah : 1-4]
Ini semua ialah sanjungan bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sekaligus mrpk pengarahan bagi hamba agar mengakui bahwa sesungguh Dia ialah “Al-Ma’bud (yg berhak diibadahi)”. dgn sebenar-benarnya. Dia pula tempat memohon pertolongan dalam seluruh urusan. Kemudian Allah mengajarkan kpd mereka agar mengucap :
“Arti : Tunjukkanlah kami jalan yg lurus”.
Ketika manusia memuji dan menyanjung-Nya serta mengakui bahwa diri ialah hamba Allah dan bahwa Allah ialah tempat memohon pertolongan, maka Allah mengajarkan mereka agar mengucapkan :
“Arti : Tunjukkanlah kami jalan yg lurus, yaitu jalan orang-orang yg Engkau anugrahkan nikmat kpd mereka, bukan (jalan) mereka yg dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yg sesat”. [Al-Fatihah : 5 -7]
Pengertian Ash-Shirath Al-Mustaqim ialah Dienullah, yaitu Al-Islam, Al-Iman, ilmu yg bermanfaat serta amal yg shalih. Ia ialah jalan orang-orang yg mendpt nikmat dari kalangan ahlul ilmi dan amal, mereka ialah para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yg mengikuti mereka dgn baik serta pendahulu dari kalangan Rasul beserta pengikutnya.
Inilah shirathal mustaqim, jalan-jalan orang yg Allah telah karuniakan nikmat kpd mereka. Mereka ialah orang-orang yg mengerti hakekat kebenaran dan beramal dgnnya, sebagaimana firman Allah :
“Arti : Dan barangsiapa yg mentaati Allah dan Rasul (-Nya), mereka itu akan bersama-sama dgn orang-orang yg dianugrahi nikmat oleh Allah, yaitu : Nabi, para shidiqin, orang-orang yg mati syahid dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yg sebaik-baiknya”. [An-Nisaa : 69]
Inilah shirathal mustaqim, jalan para rasul dan para pengikut mereka (semoga shalawat dan salam tercurah kpd mereka) pada khusus ialah jalan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yg mulia. Berkenan dgn ini kita diperintahkan agar mengikuti jalan yg telah ditempuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berjalan diatas manhaj dan manhaj yg ditempuh para sahabat Radhiyallahu anhum (semoga Allah meridhai mereka dan meridhai ilmu dan amalnya).
Allah berfirman :
“Arti : Orang-orang yg terdahulu lagi yg pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yg mengikuti mereka dgn baik, Allah ridha kpd mereka dan merekapun ridha kpd-Nya dan Allah menyediakan bagi mereka jannah-jannah yg mengalir sungai-sungai di dalam ; mereka kekal di dalam selama-lamanya. Itulah kemenangan yg besar”. [At-Tubah : 100]
Yang dimaksud shirath ialah dienullah, ia mrpk wujud apa yg Allah utus bagi Rasul-Nya (risalah Nabi Shallallahu ‘alihi wa sallam) yg berupa ilmu dan amal, yaitu ilmu yg bermanfaat dan amal yg shalih. Ia juga mrpk al-huda dan dienul haq yg dgn Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus. Ash-Shirath ialah apa yg ada pada kitab Allah Jalla wa ‘Ala. inilah shirath yg agung, ia mrpk pelaksanaan perintah-perintah Allah dan upaya menjauhi larangan-larangan-Nya sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an yg agung dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg terpercaya.
Oleh krn itu, maka wajiblah bagi setiap pemeluk Islam agar mendalami Kitabullah, dan mempelajari Sunnah-sunnah Rasul-Nya serta istiqamah padanya. Di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, tercantum penjelasan tentang perintah-perintah dan larangan yg dibawa dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alihi wa sallam. Dan di dalam terkandung pula penjelasan tentang akhlak mulia yg dipuji dan disanjung Allah Ta’ala sebagai akhlak mukminin dan mukminat serta memuliakan sifat-sifat dan amal peruntukan mereka yg baik.
[Disalin dari kitab Akhlaqul Mukminin Wal Mukminat, edisi Indonesia Akhlak Salaf Mukminin dan Mukminat, oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Pustaka At-Tibyan]

AHLAK RASULULLAH

________________________________________
ketahuilah bahwa Nabi Muhammad SAW, merupakan bukti yang paling jelas dan tak terbantahkan, beliau memiliki sifat yang universal jika engkau bertanya siapa dia dan orang seperti apakah dia, inilah dia :

Berkat universalnya, dia adalah seoarang yang menjadikan seluruh permukaan bumi menjadi mesjidnya, dengan mekkah sebagai tempat ibadah dan Madinah sebagai mimbarnya. Dia adalah pemimpin semua orag yang beriman yakni orang-orang yang berdiiri dibelakangnya membentuk barisan yang mengikuti sang juru da'wah yang menjelaskan kepada kita prinsip2 kebahagian didunia dan akhirat.

Rasulullah SAW diciptakan dalam kondisi terbaik dan dengan bentuk rupa yang paling sempurnah.segala gerak gerik beliau dan diamnya beliau berjalan dengan sikap yang istiqamah, beliau terlepas dari dua sifat ekstrim yaitu pengecut dan sembrono.
Allah SWt berfirman :"Sesungguhnya kamu benar-benar memiliki budi pekerti yang agung."(srt.Qalam ayat 4)

Kehidupan Baginda Rasulullah s.a.w. umpama Intan Permata yang berkerlipan dari segenap penjuru. Setiap kerlipan itu, penuh dengan panduan dan pengajaran untuk dipelajari serta dihayati oleh umatnya. Kehidupan umat Islam akan menjadi indah dengan diwarnai oleh sifat-sifat kesopanan dan kesusilaan yang bersumberkan wahyu Ilahi, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w.:

" اِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ "

Maksudnya : " Sesungguhnya aku diutuskan adalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak ".

Sesungguhnya Baginda Rasulullah s.a.w. telah meninggalkan kita buat selama-lamanya. Tatapi, kita masih bertuah kerana Baginda Rasulullah s.a.w. telah meninggalkan dua perkara kepada umatnya sebagai panduan hidup, iaitu kitab Allah dan Sunnahnya sebagai pedoman bagi seluruh umatnya untuk dikaji, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan.
Ya Allah limpahkanlah salawat atas pribadi yang memiliki
seluruh akhlak mulia Rasulullah SAW, yang telah memperlihatkan rahasia
" sesungguhnya kemu benar-benar memiliki budi pekerti yang agung," serta yang yang telah bersabda "siapa yang berpegang dengan sunnahku disaat rusaknya umatku, ia mendapat pahala seratus orang yang mati syahid."

Alfu alfi sholatin wa alfu alfi salamin alaika ya Rasulaullah
Alfu alfi sholatin wa alfu alfi salamin alaika ya Habibaullah

Adab-Adab Khutbah Jum’at

Khutbah Jum’at merupakan salah satu media yang strategis untuk dakwah Islam, karena ia bersifat rutin dan wajib dihadiri oleh kaum muslimin secara berjamaah. Sayangnya, media ini terkadang kurang dimanfaatkan secara optimal. Para khathib seringkali menyampaikan khutbah yang membosankan yang berputar-putar dan itu-itu saja. Akibatnya, banyak para hadirin yang terkantuk-kantuk dan bahkan tertidur. Bahkan, ada satu anekdot yang menyebutkan, khutbah Jum’at adalah obat yang cukup mujarab untuk insomnia, penyakit sulit tidur. Maksudnya, kalau Anda terkena penyakit itu, hadirilah khutbah Jum’at, niscaya Anda akan dapat tertidur nyenyak !
Di samping itu, para khathib itu juga tak jarang menyampaikan khutbah dengan cara yang kurang sesuai dengan adab khutbah Jum’at yang seharusnya. Misalnya, mereka berkhutbah dengan suara yang lemah lembut. Mungkin dianggapnya itu adalah cara yang penuh “hikmah” dan lebih cocok dengan karakter orang Indonesia yang konon ramah tamah, mencintai harmonisasi kehidupan, serta suka kedamaian dan kelembutan (?). Tentu akibatnya lebih fatal. Sudah materinya membosankan, penyampaiannya malah bikin orang terlena di alam mimpi. Padahal menurut contoh Nabi SAW, beliau berkhutbah secara bersemangat dengan kata-kata yang terucap secara keras dan tegas. Jika para khathib menggunakan cara penyampaian yang diteladankan Nabi ini, dengan materi yang aktual, hangat, dan dinamis, niscaya para hadirin akan bergairah dan penuh semangat, tidak lesu dan mengantuk seperti yang sering kita lihat.
Karena itu, kita harus mempelajari kembali adab-adab khutbah Jumat sebagaimana yang ada dalam tuntunan Syariah Islam yang mulia. Tujuannya adalah agar para khathib dapat menjalankan khutbah Jum’at dengan sebaik-baiknya dan agar khutbah yang disampaikan dapat turut memberikan kontribusi yang lebih positif bagi dinamika dakwah Islam.
Adab Khutbah Jum’at
Adab khutbah Jum’at dapat diartikan sebagai sekumpulan tatacara khutbah Jum’at, syarat-syaratnya, rukun-rukunnya, dan hal-hal yang disunnahkan padanya1.
Dengan pengertian tersebut, maka adab-adab khutbah Jum’at di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Disyaratkan bagi khatib pada kedua khutbah untuk berdiri (bagi yang kuasa), dengan sekali duduk di antara keduanya2. Kedua khutbah itu merupakan syarat sah jum’atan, demikian menurut seluruh imam madzhab3. Menurut Imam Asy Syafi’i, berdiri dalam dua khutbah dan duduk di antara keduanya adalah wajib4. Dari Ibnu Umar RA, dia berkata, “Bahwa Nabi SAW berkhutbah pada hari Jum’at dengan berdiri, lalu duduk, lalu berdiri (untuk berkhutbah lagi) seperti yang dikerjakan orang-orang hari ini.” (HR. Jamaah)5.
2. Disunnahkan bagi khatib untuk memberi salam ketika masuk masjid dan ketika naik mimbar sebelum khutbah. Ibnu Umar RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW jika masuk masjid pada hari Jum’at memberi salam pada orang-orang yang duduk di sisi mimbar dan jika telah naik mimbar beliau menghadap hadirin dan mengucapkan salam. (HR. Ath Thabrani)6
3. Kedua khutbah wajib memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Rukun-rukun khutbah dalam madzhab Syafi’i ada 5 (lima) : (1) Membaca hamdalah pada kedua khutbah, (2) Membaca shalawat Nabi pada kedua khutbah, (3) Wasiat taqwa pada kedua khutbah (meski tidak harus dengan kata “taqwa”, misalnya dengan kata Athiullah/taatilah kepada Allah), (4) Membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu khutbah (pada khutbah pertama lebih utama), (5) Membaca do’a untuk kaum muslimin khusus pada khutbah kedua.7
Adapun syarat-syaratnya ada 6 (enam) perkara : (1) Kedua khutbah dilaksanakan mendahului shalat Jum’at, (2) Diawali dengan niat, menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah. Menurut ulama Syafi’iyah dan Malikiyah, niat bukan syarat sah khutbah, (3) Khutbah disampaikan dalam bahasa Arab. Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa bagi kaum berbangsa Arab, rukun-rukun khutbah wajib berbahasa Arab, sedang selain rukun tidak disyaratkan demikian. Adapun bagi kaum ‘ajam (bukan Arab), pelaksanaan rukun-rukun khutbah tidak disyaratkan secara mutlak dengan bahasa Arab, kecuali pada bacaan ayat Al Qur’an8, (4) Kedua khutbah dilaksanakan pada waktunya (setelah tergelincir matahari). Jika dilaksanakan sebelum waktunya, lalu dilaksanakan shalat Jum’at pada waktunya, maka khutbahnya tidak sah, (5) Khatib disyaratkan mengeraskan suaranya pada kedua khutbah. Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa rukun-rukun khutbah, khatib disyaratkan mengeraskan suaranya, (6) Antara khutbah dan shalat Jum’at tidak boleh berselang waktu lama9.
4. Disunnahkan bagi khatib untuk berkhutbah di atas mimbar, sebab Nabi SAW dahulu berkhutbah di atas mimbar10.
5. Disunnahkan bagi khatib untuk duduk pada anak tangga mimbar yang paling atas, sebab Nabi SAW telah mengerjakan yang demikian itu11.
6. Disunnahkan bagi khatib untuk mengeraskan suaranya pada khutbahnya (selain rukun-rukun khutbah)12. Diriwayatkan dari Jabir RA, bahwa jika Rasulullah berkhutbah, kedua matanya memerah, suaranya keras, dan nampak sangat marah, sampai beliau seperti orang yang sedang menghasungkan pasukan (untuk berperang) (HR. Muslim dan Ibnu Majah)13.
7. Disunnahkan bagi khatib untuk bersandar / berpegangan pada tongkat atau busur panah14. Ini sesuai riwayat Al Hakam bin Hazan RA yang mengatakan bahwa dia melihat Rasulullah SAW berkhutbah seraya bersandar pada busur panah atau tongkat (HR. Ahmad dan Abu Dawud)15.
8. Disunnahkan bagi khatib untuk memendekkan khutbahnya (tidak berpanjang-panjang atau bertele-tele)16. Diriwayatkan dari Amar bin Yasir RA, dia mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya lamanya shalat dan pendeknya khutbah seseorang, adalah pertanda kepahamannya (dalam urusan agama). Maka panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khutbah !” (HR. Ahmad dan Muslim)
9. Dibolehkan bagi khatib untuk memberi isyarat dengan telunjuknya pada saat berdoa mengingat Rasulullah pernah mengerjakannya. Demikian menurut Imam Asy Syaukani-18.
10. Kedua khutbah wajib memperbincangkan salah satu urusan kaum muslimin19, yakni peristiwa atau kejadian yang sedang terjadi di kalangan kaum muslim dalam berbagai aspeknya. Hal ini mengingat Rasulullah SAW dan para khalifahnya dahulu –yang senantiasa menjadi khatib– sesungguhnya berkedudukan sebagai pemimpin politik (Al Qaid As Siyasi) bagi kaum muslimin.
Maka dari itu, perkara khatib saat ini pun seharusnya juga mengaitkan khutbahnya dengan realitas atau problem kontemporer yang ada di kalangan kaum muslimin, dan tidak sekedar mengulang-ulang khutbah yang kurang memberi kesadaran bagi hadirin, dengan tema yang itu-itu saja yang tentu akan membuat hadirin jemu, mengantuk, atau bahkan tertidur. Wallahu a’lam. [Muhammad Shiddiq Al Jawi - Dosen Jurusan Ekonomi Islam STAIN Surakarta-SEM Institute ]
CATATAN :
1. Kata “adab” (jamknya “aadaab”) dalam bahasa Arab mempunyai beberapa makna, di antaranya adalah sejumlah tatacara yang selayaknya dilaksanakan oleh orang yang mempunyai pekerjaan / profesi (fan) atau aktivitas/tugas (shina’ah/tashurruf) tertentu. Misalnya, abad-adab Qadly (hakim) atau Khatib (penulis / pengarang). Lihat Al Mu’jamul Wasith, Dr. Ibrahim Anis dkk., hal. 9-10. Lihat Kamus Al Munawwir, Ahmad Warson Munawwir, jal. 14, 115, dan 853.
2. Lihat Ahkamush Shalat, Ali Ar Raghib, hal. 104
3. Lihat Rohmatul Ummah, (terjemahan), hal. 105
4. Ibid., hal. 105.
5. Lihat Nailul Authar, Imam Asy Syaukani, jilid III/304, Syarah As Sunnah, Imam Al Baghawi, jilid IV / 24-27, Majma’uz Zawaid, Al Haitsami, II/187, Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq, jilid I/262.
6. Lihat Majma’uz Zawaid, jilid II/184, Fiqih Sunnah, jilid I/260.
7. Lihat Al Fiqih ‘Ala Al Madzahib Al ‘Arba’ah, Abdurrahman Al Jaziri, jili I/390.
8. Perhatikan rinciannya dalam Al Fiqih ‘Ala Al Madzahibi Al ‘Arba’ah, jilid I/391-392.
9. Lihat Al-Fiqih ‘Ala Al Madzahibi Al ‘Arba’ah, jilid I/392
10. Lihat Ahkamush Shalat, hal. 104 , Syarah Sunnah, jilid II/242 dan 244, Majma’uz Zawaid, jilid II/183
11. Lihat Ahkamush Shalat, hal. 104.
12. Lihat Ahkamush Shalat, hal. 105, Fiqih Sunnah, jilid I/262. Nailul Authar, jilid III/307.
13. Lihat Nailul Authar, jilid III/307, Fiqih Sunnah, jilid I/263.
14. Lihat Ahkamush Shalat, hal. 104.
15. Lihat Nailul Authar, jilid III/305. Menurut Asy Syaukani, Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan, isnad hadits ini hasan.
16. Lihat Ahkamush Shalat, hal. 105, Fiqih Sunnah, jilid I/263, Nailul Authar, jilid III/305-307.
17. Lihat Majma’uz Zawaid, jilid II/190. Syarah Sunnah, jilid II/251.
18. Lihat Nailul Authar, jilid III/308, Syarah Sunnah, jilid II/255.
19. Lihat Ahkamush Shalat, hal. 104.
——
* Makalah ini pernah disampaikan pada Kursus Khatib Angkatan XII, yang diselenggarakan oleh Badan Dakwah Islam Institut Ilmu Pemerintahan (IIP), di Jakarta, Jum’at, 10 Oktober 1997.

Adab dan Etika Hubungan suami-isteri

Posted on February 18, 2008 by Syamsuri Rifai
Dalam hadis yang bersumber dari Abu Said Al-Khudri, Rasulullah saw pernah berwasiat kepada menantunya Ali bin Abi Thalib (sa):
“Wahai Ali, jika isterimu memasuki rumahmu, hendaknya melepaskan sandalnya ketika ia duduk, membasuh kedua kakinya, menyiramkan air dimulai dari pintu rumahmu sampai ke sekeliling rumahmu. Karena, dengan hal ini Allah mengeluarkan dari rumahmu 70.000 macam kefakiran dan memasukkan ke dalamnya 70.000 macam kekayaan, 70.000 macam keberkahan, menurunkan kepadamu 70.000 macam rahmat yang meliputi isterimu, sehingga rumahmu diliputi oleh keberkahan dan isterimu diselamatkan dari berbagai macam penyakit selama ia berada di rumahmu.
Cegahlah isterimu (selama seminggu dari awal perkawinan) minum susu dan cuka, makan Kuzbarah (sejenis rempah-rempah, ketumbar) dan apel yang asam. Ali bertanya: Ya Rasulallah, mengapa ia dilarang dari empat hal tersebut? Rasulullah saw menjawab: Empat hal tersebut dapat menyebabkan isterimu mandul dan tidak membuahkan keturunan. Sementara tikar di rumahmu lebih baik dari perempuan yang mandul. Kemudian Ali (sa) bertanya: Ya Rasulallah, mengapa ia tidak boleh minum cuka? Rasulullah saw menjawab: Cuka dapat menyebabkan tidak sempurna kesucian dari haidnya; Kuzbarah menyebabkan darah haid berakibat negatif terhadap kandungannya dan mempersulit kelahiran; sedangkan apel yang asam dapat menyebabkan darah haid terputus sehingga menimbulkan penyakit baginya. Kemudian Rasulullah saw bersabda:
Pertama: Wahai Ali, janganlah kamu menggauli isterimu pada awal bulan, tengah bulan, dan akhir bulan, karena hal itu mempercepat datangnya penyakit gila, kusta, dan kerusakan syaraf padanya dan keturunannya.
Kedua: Wahai Ali, janganlah kamu menggauli isterimu sesudah Zhuhur, karena hal itu (bila dianugrahi anak) dapat menyebabkan jiwa anak mudah goncang, dan setan sangat menyukai manusia yang jiwanya goncang.
Ketiga: Wahai Ali, janganlah kamu menggauli isterimu sambil berbicara, karena hal itu (bila dianugrahi anak) dapat menyebabkan kebisuan. Dan janganlah seorang suami melihat kemaluan isterinya, hendaknya memejamkan mata ketika berhubungan, karena melihat kemaluan dapat menyebabkan kebutaan pada anak.
Keempat: Wahai Ali, jangan menggauli isterimu dengan dorongan syahwat pada wanita lain (membayangkan perempuan lain), karena (bila dikaruniai anak) dikhawatirkan memiliki sikap seperti wanita itu dan memiliki gangguan kejiwaan.
Kelima: Wahai Ali, barangsiapa yang bercumbu dengan isterinya di tempat tidur janganlah sambil membaca Al-Qur’an, karena aku khawatir turun api dari langit lalu membakar keduanya.
Keenam: Wahai Ali, jangan menggauli isterimu dalam keadaan telanjang bulat, juga isterimu, karena khawatir tidak tercipta keseimbangan syahwat, yang akhirnya menimbulkan percekcokan di antara kalian berdua, kemudian menyebabkan perceraian.
Ketujuh: Wahai Ali, janganlah menggauli isterimu dalam keadaan berdiri, karena hal itu merupakan bagian dari prilaku anak keledai, dan (bila dianugrahi anak) ia suka ngencing di tempat tidur seperti anak keledai ngencing di sembarangan tempat.
Kedelapan: Wahai Ali, jangan menggauli isterimu pada malam ‘Idul Fitri, karena hal itu (bila dikaruniai anak) dapat menyebabkan anak memiliki banyak keburukan.
Kesembilan: Wahai Ali, jangan menggauli isterimu pada malam ‘Idul Adhha, karena (bila dianugrahi anak) dapat menyebabkan jari-jarinya tidak sempurna, enam atau empat jari-jari.
Kesepuluh: wahai Ali, jangan menggauli isterimu di bawah pohon yang berbuah, karena hal itu (bila dianugrahi anak) dapat menyebabkan ia menjadi orang yang penyambuk atau pembunuh atau tukang sihir.
Kesebelas: Wahai Ali, jangan menggauli isterimu di bawah langsung sinar matahari kecuali tertutup oleh tirai, karena hal itu (bila dianugrahi anak) dapat menyebabkan kesengsaraan dan kefakiran sampai ia meninggal.
Kedua belas: Wahai Ali, jangan menggauli isterimu di antara adzan dan iqamah, karena hal itu (bila dikaruniai anak) dapat menyebabkan ia suka melakukan pertumpahan darah.
Ketiga belas: Wahai Ali, jika isterimu hamil, janganlah menggaulinya kecuali kamu dalam keadaan berwudhu’, karena hal itu (bila dikaruniai anak) dapat menyebabkan ia buta hatinya dan bakhil tangannya.
Keempat belas: Wahai Ali, jangan menggauli isterimu pada malam Nisfu Sya’ban, karena hal itu (bila dikaruniai anak) dapat menyebabkan tidak bagus biologisnya, bertompel pada kulit dan wajahnya.
Kelima belas: Wahai Ali, jangan menggauli isterimu pada akhir bulan bila sisa darinya dua hari (hari mahaq), karena hal itu (bila anugrahi anak) dapat menyebabkan ia suka bekerjasama dan menolong orang yang zalim, dan menjadi perusak persatuan kaum muslimin.
Keenam belas: Wahai Ali, jangan menggauli isterimu di atas dak bangunan ( yang tidak beratap), karena hal itu (bila dianugrahi anak) dapat menyebabkan ia menjadi orang munafik, riya’, dan ahli bi’ah.
Ketujuh belas: Wahai Ali, jangan menggauli isterimu ketika hendak melakukan perjalanan (bermusafir), jangan menggaulinya pada malam itu, karena hal itu (bila dikaruniai anak) dapat menyebabkan ia suka membelanjakan harta di jalan yang tidak benar (pemboros). Kemudian Rasulullah saw membacakan firman Allah swt:
إِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْا إِخْوَانَ الشَّيَاطِيْنَ.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” (Al-Isra’: 27).
Kedelapan belas: Wahai Ali, jangan menggauli isterimu jika kamu hendak bermusafir 3 hari 3 malam, karena hal itu (bila dianugrahi anak) dapat menyebabkan ia menjadi penolong orang yang zalim.
Kesembilan belas: Wahai Ali, gauilah isterimu pada malam senin, karena hal itu (bila dikaruniai anak) dapat menyebabkan ia menjadi pemelihara Al-Qur’an, ridha terhadap pemberian Allah swt.
Kedua puluh: Wahai Ali, jika kamu menggauli isterimu pada malam Selasa, hal itu (bila dikaruniai anak) dapat menyebabkan ia dianugrahi syahadah setelah bersaksi “Sesungguhnya tiada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”, tidak disiksa oleh Allah bersama orang-orang yang musyrik, bau mulutnya harum, hatinya penyayang, tangannya dermawan, dan lisannya suci dari ghibah dan dusta.
Kedua puluh satu: Wahai Ali, jika kamu menggauli isterimu pada malam Kamis, hal itu (bila dianugrahi anak) dapat menyebabkan ia menjadi ahli hukum dan orang yang ‘alim.
Kedua puluh dua: Wahai Ali, jika kamu menggauli isterimu pada hari Kamis setelah matahari tergelincir, hal itu (bila dikaruniai anak) dapat menyebabkan ia tidak didekati setan sampai berubah rambutnya, menjadi orang yang mudah paham, dan dianugrahi oleh Allah Azza wa Jalla keselamatan dalam agama dan di dunia.
Kedua puluh tiga: Wahai Ali, jika kamu menggauli isterimu pada malam Jum’at, hal itu (bila dianugrahi anak) dapat menyebabkan ia menjadi orang yang orator. Jika kamu menggauli isterimu pada hari Jum’at setelah Ashar, (bila dikaruniai anak) dapat menyebabkan ia menjadi orang yang terkenal, termasyhur dan ‘alim. Jika kamu menggauli isterimu pada malam Jum’at sesudah ‘Isya’, maka diharapkan kamu memiliki anak yang menjadi penerus, insya Allah.
Kedua puluh empat: Wahai Ali, jangan gauli isterimu pada awal waktu malam, karena hal itu (bila dianugrahi anak) dapat menyebabkan ia menjadi orang yang tidak beriman, menjadi tukang sihir yang akibatnya buruk di dunia hingga di akhirat.
Kedua puluh lima: Wahai Ali, pegang teguhlah wasiatku ini sebagaimana aku memeliharanya dari Jibril (as). (Kitab Makarimul Akhlaq: 210-212)
Wassalam
Syamsuri Rifai

Abu Bakar Ash Shidiq Khalifah Rasulullah

Abu Bakar Ash Shidiq Khalifah Rasulullah
penulis Al-Ustadz Ahmad Hamdani Ibnu Muslim
new Biografi 14 - Agustus - 2003 06:19:42
Siapa yg tdk mengenal Abu Bakar Ash-Shiddiq radiallahuanhu seorang khalifah besar pengganti Rasulullah manusia paling mulia dari umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Bukan hanya kaum muslimin yg mengenal bahkan orang2 kafir pun mengenalnya. Panglima besar yg berhasil menundukkan kekuatan dan kecongkakan negara super power Romawi. Dialah Abdullah bin ‘Utsman bin ‘Amir bin Ka’ab bin Sa’d bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Luai yg lbh dikenal dgn sebutan Abu Bakar Ash-Shiddiq radiallahuanhu.
Ibu menjelaskan suatu saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat Abu Bakar lalu menjuluki ‘atiiqullah minan nar orang yg dibebaskan Allah dari api neraka. Ibu bernama Ummul Khair As-Sahmi binti Shakhr bin ‘Amir wafat dlm keadaan memeluk Islam.
Keagungan dan kemuliaan Abu Bakar bukan krn ketampanan dan kegagahan akan tetapi krn keimanan yg kokoh di hati yg membuahkan pembenaran terhadap semua apa yg dikabarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Secara fisik ia seorang yg berbadan kurus berdahi menonjol berpundak sempit berwajah cekung dan pinggang kecil.
Di saat semua orang meragukan dan mendustakan apa yg Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sampaikan dia seorang diri membenarkannya. Ia rela merobek habis robekan demi robekan baju utk menyumbat tiap lubang yg ada di dlm gua di malam hari krn takut binatang penyengat yg bersembunyi di dlm keluar mengganggu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika orang2 musyrik mengepung keduanya. Pagi hari Rasulullah menanyakan di mana pakaiannya. Setelah tahu apa yg terjadi Rasulullah mendoakan menjadi orang yg mempunyai derajat tinggi di jannah.
Ia memiliki beberapa anak. Dari perkawinan dgn Qutaibah dihasilkan Abdullah yg ikut perang di Thaif dan Asma’ istri Az-Zubair. Qutaibah kemudian dicerai dan wafat pada usia 100 tahun. Perkawinan dgn Ummu Ruman melahirkan ‘Aisyah x dan Abdurrahman. Sebelum masuk Islam Abdurrahman masuk dlm barisan kaum musyrikin yg memerangi Rasulullah. Namun dlm perang Badr ia baru masuk Islam.
Dari istri yg lain yg bernama Asma’ binti ‘Umais melahirkan Muhammad dan dari Habibah binti Kharijah bin Zaid melahirkan Ummu Kultsum x yg dinikahi shahabat Thalhah bin Ubaidillah z.
Dari sisi keilmuan Abu Bakar radiallahuanhu melebihi shahabat lainnya. Banyak fatwa yg ia keluarkan di hadapan Rasulullah dan beliau menyetujuinya. Diangkat Abu Bakar menjadi imam shalat pengganti ditambah ada hadits yg memerintahkan kaum muslimin utkRasulullah kembali kepada “dua bulan” bila mengalami suatu perselisihan menjadi saksi atas ketinggian ilmunya. Karena sewaktu Rasulullah wafat orang2 Muhajirin dan Anshar sepakat membaiat menjadi khalifah.
Ia seorang khalifah yg adil tdk bergaya hidup mewah dan rendah hati. tdk lama setelah diangkat jadi khalifah ia berkata bahwa ia bukanlah orang yg terbaik memerintah rakyat mengikuti syariat dan tdk mengadakan bid’ah. Bila ia baik minta diikuti dan bila menyimpang ia minta diluruskan.
Abdullah bin ‘Umar c mengabarkan bahwa Abu Bakar radiallahuanhu sakit krn wafat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga menyebabkan kematiannya. Ahli sejarah menulis Abu Bakar z wafat antara waktu Maghrib dan ‘Isya pada hari Rabu bulan Rabi’ul Awwal tahun 13 H dlm usia 63 tahun. Wallahu a’lam.
Bacaan: Shifatush Shafwah Al-Imam Ibnul Jauzi
Sumber: www.asysyariah.com